Kamis, 08 Mei 2008

AUTISME

Olah I Made Surata

Autisme adalah gangguan perkembangan anak dalam hal berkomunikasi, interaksi sosial, perilaku, emosi, serta proses sensoris. Seseorang yang menderita autisme hanya tertarik pada aktifitas mental dirinya sendiri (misalnya melamun atau berkhayal) dan sangat menarik diri dari kenyataan. Pada anak-anak, kelainan perilaku tersebut terlihat dari ketidakmampuan si anak untuk berhubungan dengan orang lain. Seolah-olah mereka hidup dalam dunianya sendiri dan pada beberapa kasus tertentu menggunakan bahasa atau ungkapan yang hanya dimengerti oleh dirinya sendiri.
Gejala anak yang menderita autisme umumnya sudah tampak sebelum usia 3 tahun. Apa saja gejalanya?

  • Tidak ada kontak mata yang mantap.
  • Kurang responsif terhadap lingkungan di sekitarnya.
  • Tidak mau bicara secara verbal.
  • Tidak mau berkomunikasi dengan bahasa tubuh, seperti tersenyum, merengut, dan sebagainya.
  • Tidak bisa menguasai atau sangat lamban dalam penguasaan bahasa sehari-hari
  • Hanya bisa mengulang-ulang beberapa kata
  • Tidak suka atau tidak bisa atau atau tidak mau melihat mata orang lain
  • Hanya suka akan mainannya sendiri (kebanyakan hanya satu mainan itu saja yang dia mainkan)
  • Serasa dia punya dunianya sendiri


Gejala autisme disebut juga dengan spektrum autisme, yaitu gejala mulai dari yang ringan sampai yang berat. Bertambahnya kasus autisme bukan hanya pada kasus autisme klasik, tapi juga pada varian autisme yang lebih ringan, seperti sindroma Asperger dan atipikal autisme.

Sindroma Asperger adalah gangguan perkembangan dengan gejala berupa gangguan dalam bersosialisasi, sulit menerima perubahan, suka melakukan hal yang sama berulang-ulang, serta terobsesi dan sibuk sendiri dengan aktivitas yang menarik perhatian. Umumnya, tingkat kecerdasan si kecil baik atau bahkan lebih tinggi dari anak normal. Selain itu, biasanya ia tidak mengalami keterlambatan bicara.

Sedangkan atipikal autisme adalah jenis autisme yang tidak memenuhi kriteria gangguan autisme yang disyaratkan oleh DSM-IV (panduan dalam menegakkan diagnosa gangguan mental). Meskipun begitu, si kecil mengalami kesulitan dalam berinteraksi sosial dan berkomunikasi secara timbal balik. Mungkin juga ia tidak menunjukkan gejala yang khas atau bisa juga gejala-gejalanya lebih ringan dibandingkan penyandang autisme klasik.

Salah satu penanganan anak dengan gangguan spektrum autisme adalah terapi perkembangan terpadu. Terapi tersebut terdiri dari terapi okupasi dengan penekanan pada terapi Sensory Integration yang dipadu dengan metode Floor Time. Namun, bila anak memerlukannya, masih ditambah lagi dengan Strategi Visual. Terapi Sensory Integration dan Floor Time diberikan setelah anak diketahui menyandang gangguan semua spektrum autisme. Sedangkan Strategi Visual baru diberikan bila anak sudah benar-benar siap menerima terapi ini. Kesiapan tersebut akan dinilai oleh terapis, dokter, atau psikolog yang menangani si anak.


Terapi Sensory Integration adalah terapi untuk memperbaiki cara otak menerima, mengatur, dan memproses semua input sensoris yang diterima oleh pancaindera, indera keseimbangan, dan indera otot. Anak yang mengalami gangguan perilaku, seperti autisme, akan mengalami kesulitan dalam menerima dan mengintegrasikan beragam input yang disampaikan otak melalui inderanya. Akibatnya, otak tidak dapat memproses input sensoris dengan baik. Dengan begitu, otak juga tidak dapat mengatur perilaku anak agar sesuai dengan lingkungannya.


Melalui terapi Sensory Integration, kemampuan si kecil dalam menerima, memproses dan menginterpretasi input-input sensoris, baik dari luar maupun dari dalam dirinya, akan diperbaiki. Dengan begitu, dia dapat lebih baik dalam bereaksi terhadap lingkungannya. Untuk meningkatkan kemampuan anak dalam bersosialisasi dan berkomunikasi, terapi Sensory Integration harus dipadukan dengan metode Floor Time (bermain di lantai). Metode bermain interaktif yang spontan dan menyenangkan bagi anak bertujuan untuk mengembangkan interaksi dan komunikasi si kecil. Floor Time bertujuan membentuk komunikasi dua arah antara anak dan lawan bicaranya, serta mendorong munculnya ide dan membantu anak mampu berpikir logis. Agar bisa melakukan Floor Time dengan baik, orang tua perlu bimbingan psikolog yang paham dan berpengalaman dengan metode tersebut.

Lalu, apa yang disebut dengan Strategi Visual? Umumnya, penyandang gangguan spektrum autisme lebih mampu berpikir secara visual. Jadi, mereka lebih mudah mengerti apa yang dilihat dari pada apa yang didengar. Strategi Visual dipilih agar si kecil lebih mudah memahami berbagai hal yang ingin Anda sampaikan. Biasanya, ia akan diperkenalkan pada berbagai aktivitas keseharian, larangan atau aturan, jadwal, dan sebagainya lewat gambar-gambar. Misalnya gambar urutan dari cara menggosok gigi, mencuci tangan, dan sebagainya. Dengan Strategi Visual, diharapkan anak bisa memahami situasi, aturan, mengatasi rasa cemas, serta mengantisipasi kondisi yang akan terjadi


Penyebab Autisme sampai sekarang belum dapat ditemukan dengan pasti. Banyak sekali pendapat yang bertentangan antara ahli yang satu dengan yang lainnya mengenai hal ini. Ada pendapat yang mengatakan bahwa terlalu banyak vaksin Hepatitis B yang termasuk dalam MMR (Mumps, Measles dan Rubella ) bisa berakibat anak mengidap penyakit autisme. Hal ini dikarenakan vaksin ini mengandung zat pengawet Thimerosal, yang terdiri dari Etilmerkuri yang menjadi penyebab utama sindrom Autisme Spectrum Disorder. Tapi hal ini masih diperdebatkan oleh para ahli. Hal ini berdebatkan karena tidak adanya bukti yang kuat bahwa imunisasi ini penyebab dari autisme, tetapi imunisasi ini diperkirakan ada hubungannya dengan Autisme.


Berbagai hal yang dicurigai berpotensi untuk menyebabkan autisme :

  • Vaksin yang mengandung Thimerosal : Thimerosal adalah zat pengawet yang digunakan di berbagai vaksin. Karena banyaknya kritikan, kini sudah banyak vaksin yang tidak lagi menggunakan Thimerosal di negara maju. Namun, entah bagaimana halnya di negara berkembang …
  • Televisi : Semakin maju suatu negara, biasanya interaksi antara anak - orang tua semakin berkurang karena berbagai hal. Sebagai kompensasinya, seringkali TV digunakan sebagai penghibur anak. Ternyata ada kemungkinan bahwa TV bisa menjadi penyebab autisme pada anak, terutama yang menjadi jarang bersosialisasi.
  • Genetik : Ini adalah dugaan awal dari penyebab autisme; autisme telah lama diketahui bisa diturunkan dari orang tua kepada anak-anaknya.
    Namun tidak itu saja, juga ada kemungkinan variasi-variasi lainnya. Salah satu contohnya adalah bagaimana anak-anak yang lahir dari ayah yang berusia lanjut memiliki kans lebih besar untuk menderita autisme. (walaupun sang ayah normal / bukan autis)
  • Makanan : Berbagai zat kimia yang ada di makanan modern (pengawet, pewarna, dll) dicurigai menjadi penyebab dari autisme pada beberapa kasus. Ketika zat-zat tersebut dihilangkan dari makanan para penderita autisme, banyak yang kemudian mengalami peningkatan situasi secara drastis.
  • Radiasi pada janin bayi : Sebuah riset dalam skala besar di Swedia menunjukkan bahwa bayi yang terkena gelombang Ultrasonic berlebihan akan cenderung menjadi kidal.Dengan makin banyaknya radiasi di sekitar kita, ada kemungkinan radiasi juga berperan menyebabkan autisme.
  • Sekolah lebih awal : Agak mengejutkan, namun ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa menyekolahkan anak lebih awal (pre school) dapat memicu reaksi autisme. Diperkirakan, bayi yang memiliki bakat autisme sebetulnya bisa sembuh / membaik dengan berada dalam lingkupan orang tuanya. Namun, karena justru dipindahkan ke lingkungan asing yang berbeda (sekolah playgroup / preschool), maka beberapa anak jadi mengalami shock, dan bakat autismenya menjadi muncul dengan sangat jelas. Untuk menghindari ini, para orang tua perlu memiliki kemampuan untuk mendeteksi bakat autisme pada anaknya secara dini. Jika ternyata ada terdeteksi, maka mungkin masa preschool-nya perlu dibimbing secara khusus oleh orang tua sendiri. Hal ini agar ketika masuk masa kanak-kanak maka gejala autismenya sudah hampir lenyap; dan sang anak jadi bisa menikmati masa kecilnya di sekolah dengan bahagia.


Dan mungkin saja masih ada banyak lagi berbagai potensi penyebab autisme yang akan ditemukan di masa depan, sejalan dengan terus berkembangnya pengetahuan di bidang ini.


Catatan : Materi tersebur diatas dimbil dari berbagai sumber di Internet

Selasa, 06 Mei 2008

SETRES PUNYA ANAK AUTISME


SETRES DEMI ANAK
Oleh I Made Surata

Saat pertama kali mengetahui anaknya autis, umumnya orang tua shock. Reaksi orang tua biasanya tidak dapat langsung menerima. Mereka berkeliling mencari dokter atau psikolog untuk mendiagnosa. Namun, dengan berjalannya waktu, saat mereka bicara dengan profesional dan bertemu orang-tua lain yang memiliki anak autis, sharing pendapat, secara bertahap sedikit demi sedikit orang tua bisa menerimaHal pertama yang membantu proses penerimaan ini adalah informasi autis yang kini begitu mudah didapat bisa melalui internet, dunia kedokteran maupun dari guru terapis, tidak seperti delapan tahun lalu silam belum dikenal adanya autis, orang tua saling menyalahkan terutama yang ada dipedesaan yang belum mengenal dan memahami apa itu autis. Dulu orang tua yang cukup cepat bertindak karena berpikir, ”Ini memang cobaan atau hasil perbuatan saya masa silam sehingga sekarang saya harus jalani kehidupan seperti ini ”Mahalnya biaya perawatan kerap memberikan tekanan tersendiri bagi orang tua anak autis. Padahal, selain masalah finansial, gejala autis juga cukup membuat orang tua stres. Seperti, sulitnya merangkul anak secara emosional, sulitnya berkomunikasi, dan juga interaksi sering membuat orang-tua berbicara pada anak namun anak tak mengerti, dan sebaliknya. Akhirnya keduanya frustrasi. Dampak dari kesulitan komunikasi ini membuat anak sulit masuk sekolah dan bersosialisasi. Masalah bertumpuk, belum lagi perbedaan pendapat dengan pasangan mengenai penanganan anak. Ini membuat hubungan dengan pasangan buruk. Keadaan ini umumnya terjadi pada fase-fase awal.
Mengingat penanganan anak autis harus segera dan intensif, efektivitas orang-tua dalam menangani stres membantu mengembangkan anak secara optimal. Dukungan sesama orang tua anak autis yang biasanya ditemui di tempat terapi juga membantu, dari mulai sharing. Melihat ini semua sebagai cobaan hidup yang harus diterima, patut dilakukan. Biasanya dengan cara itu orang tua akan lebih mudah melihat sisi positif. Yang terlihat sepele tapi penting adalah tetap meluangkan waktu untuk diri sendiri. Perhatikan diri sendiri supaya bisa memberikan yang terbaik untuk anak. Satu hal yang kadang memberikan kelegaan tersendiri bagi orang tua anak autis, di balik kekurangannya anak autis seringkali memiliki kemampuan-kemampuan menonjol seperti matematika dan segala sesuatu yang berhubungan dengan visual-spasial. Kemampuan ini sedikit banyak dapat meringankan stres orang tua.
Note : tulisan ini diambil dari sharing pendapat di internet
Anak saya bernama I Gede Wira Krisnawan terapi di Gatra Pelangi Jimbaran Jalan Celagi Basur 100 Jimbaran asuhan Sri Sudiasih dengan Guru terapinya Luh Werniati yang akrab dipanggil Bu Eny.
Pembaca yang budiman mohon saran atau sharing pendapat dan Informasi yang berkaitan dengan autisme untuk meringankan beban pikiran kami, melalui Email atau surata@pnb.ac.id atau suratamade@yahoo.co.id